Roy Agus ya selama ini komunikasi dr pemerintah dg pengusaha industri terlihat da sinambung.... tapi dengan masyarakat sekitar perlu d pertanyakan.... terlebih lagi dengan pekerja.... generasi dengan mental pekerja yang berkarakter memang sudah bermunculan dan solid namun alangkah baiknya berkumpul pada 1 wadah untuk memperkuat dan menyatuhkan fisi dan misi dengan 1 tujuan, menuju indonesia yang lebih baik..... |
Maaf ini hanya prediksi dengan beberapa indikator-empiris. Bisa setuju atau tidak.. Hehehe..
Program jasmas yang dilakukan teknikal oleh 50 anggota dewan tidak hanya untuk program sarana-fisik saja, juga program pengembangan basis ekonomi kerakyatan dan enterprenerial. Ini pun bisa dilakukan kalau didukung dengan kualitas dan kapabilitas anggota dewan itu sendiri. Juga sebagian alokasi dana di SKPD, kewenangannya sebagian diberikan kepada desa/kelurahan yang memiliki potensi ekonomi yang prospektif dan handal. Ini soal kemauan apa tidak mau. Kelihatannya masih berkutat pada program "instantisme-channellian" dengan target-target waktu yang ditentukan. Yang lebih mengherankan adalah publik tidak tahu jika ada beberapa SKPD terdapat program ini, terus penggunaannya pun tidak diketahui, maka kedepan anggota dewan harus berani mempublikasi alokasi-alokasi anggaran yang bisa diakses oleh publik.
Mentalitas pekerja cenderung konsumtif, jarang yang melakukan tindakan precausenary (berjaga-jaga) melakukan saving atau produktif. Dalam jangka panjang tidak akan mampu bersaing ketika pasar bebas, bukan hanya buatan pabrik sebagai komoditas pasar bebas bahkan pekerja sendiri adalah komoditas pasar bebas. Gresik kedepan harus memahami kondisi ini, mentalitas kekaryaan atau produktif harus diperkenalkan kepada generasi muda Gresik. Jika tidak akan terlambat, semakin terlambat tidak akan efektif dan memerlukan high-cost (dana besar). Kita harus mulai memupuk sikap entrepreneur agar ke depan usaha terus mengalami pertumbuhan yang berkualitas-produktif-sutainabilitas...
Selain itu, budaya industri-pabrikal lambat laun akan mmbentuk budaya teknikal atau budaya mekanis, hidup laksana sebuah mesin, manusia diatur oleh waktu kerja, bukan manusia yang mengelola waktu, padahal "waktu" adalah asset terbesar dalam kualitas kehidupan masyarakat. Akumulasi targetis akan menghasilkan komunalitas yang serba pamrih, pragmatis dan semakin individualis. Budaya santri lambat laun akan hilang, kalo pun masih ada, hanya bersifat formalitas dan simbolitas. Makna kemanusiaan akan tertelan oleh waktu teknis-mekanikalistis.
Andaikata ada survey, ada dua kemungkinan, lulus, cari kerja di pabrik atau mau berusaha, tidak punya keahlian, jangankan keahlian, mentalitas enterpreneur pun tidak punya.... Pernahkah stakeholder dan aparat berpikir demikian ???...
Ahmad Zaini Alawi
Posting Komentar