.... PENDAHULUAN (Redenominasi adalah mengurangi digit mata uang tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan beberapa alasan perlunya menyederhanakan angka nol dalam rupiah alias redenominasi mata uang. Alasan utamanya adalah penyederhanaan dalam pencatatan keuangan atau sistem akuntansi. Yang utama untuk menyederhanakan. Karena kalau dengan denominasi yang besar menimbulkan inefisiensi dalam jual beli. Oleh karena itu, perlu disederhanakan.
Menurut sang Menteri, dengan denominasi yang besar maka terlihat nilai mata uang rupiah menjadi rendah di mata dunia. Untuk itu, redenominasi dapat memberikan nilai tambah bagi kebanggaan bangsa (gengsi naik).
Padahal kita negara ke-16 dari size GDP. Masuk G-20. Tidak pantas kalau US$ 1 jadi Rp 12 ribu sekian, sementara negara lain masih satuan juga hitungannya. Ini memberikan rasa bangga atas mata uang kita yang merupakan simbol stabilitas ekonomi suatu Negara.
Secara teknologi informasi, redenominasi mata uang ini sangat dibutuhkan mengingat keterbatasan digit pada perangkat teknologi. Kalau denominasi terlalu besar dalam IT membutuhkan memori yang besar dan banyak alat yang tidak cukup digitnya. Jadi kita harus menyicil memasukkannya dan itu jelas tidak efisien, itulah kenapa perlu redenominasi.
Kalau melihat perkembangannya, rencana redenominasi kali ini telah dikaji sangat matang dengan memerhatikan kesuksesan dari negara lain yang telah menerapkan kebijakan tersebut. Tahun 1965, pemerintah memandang kurang begitu berhasil, pemerintah belajar dari pengalaman yang berhasil melakukan redenominasi dan berhasil seperti Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina.
Turki melakukan redenominasi sebagai prasyarat masuknya negara tersebut ke dalam Uni Eropa. Negara ini dianggap berhasil melakukan redenominasi karena melakukan sosialisasi yang cukup panjang.
Terpenting itu sosialisasi dan edukasi, itu yang mereka lakukan, sekitar 4-5 tahun. Selain itu, Kementerian Keuangan juga belajar dari negara-negara yang gagal menjalankan redenominasi. Hal ini untuk antisipasi agar tidak mengalami nasib yang sama dengan negara tersebut. Negara yang gagal itu seperti Rusia, Argentina, Brazil, dan Zimbabwe.
Masalah negara-negara yang gagal tersebut akibat kesalahan momentum. Negara-negara itu menerapkan redenominasi ketika sedang hiper inflasi. Sejak tahun 2005 ekonomi Indonesia stabil, inflasi juga rendah, makanya direncanakan lagi untuk melakukan redenominasi yang telah gagal dilakukan tahun 1965 lalu.
Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu anggota Tim Redenominasi mengungkapkan nilai tukar rupiah akan menjadi kebanggaan kembali setelah proses redenominasi atau penyederhanaan angka nol dalam rupiah dilakukan. Sen akan digunakan sebagai pecahan kecil setelah dalam beberapa tahun belakangan sudah lagi tidak beredar.
Penyederhanaan rupiah perlu dilakukan karena sejak beberapa tahun terdahulu inflasi cukup tinggi akibat krisis. Hal ini membuat nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan nilai. Tahun 1950-an itu krisis, US$ 1 pernah Rp 48, terus Rp 200, terus Rp 1.000. Karena krisis berkali-kali, inflasi yang tinggi, jadi adjusment terus. Sekarang jadi Rp 12.000. Jadi yang Sen itu hilang. Diganti pecahan Rp 100-200 perak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami akan membahas dalam artikel ini dengan judul “Kebijakan Redenominasi Rupiah dan sosialisasinya melalui PBM IPS-PKn di Sekolah”.
Selengkapnya >>>
Posting Komentar