Tatacara Baiat - (Struktur Negara Khilafah)

Tatacara Baiat dalam kitab Struktur Negara Khilafah

Sebelumnya kami telah menjelaskan dalil-dalil baiat dan bahwa baiat adalah metode pengangkatan khalifah dalam Islam. Adapun bagaimana baiat itu terjadi, maka ia bisa dilakukan dengan cara berjabat tangan dan bisa juga dengan tulisan. Abdullah bin Dinar telah menyampaikan hadis, ia berkata, “Aku pernah menyaksikan Ibn Umar pada saat orang-orang telah bersepakat untuk membaiat Abdul Malik bin Marwan. Ibn Umar berkata bahwa ia telah menulis: Aku berikrar untuk mendengarkan dan menaati Abdullah Abdul Malik bin Marwan sebagai amirul mukminin atas dasar Kitabullah dan Sunnah Rasul- Nya selama aku mampu.”
Baiat itu boleh dilakukan dengan sarana apapun yang memungkinkan.
Hanya saja, disyaratkan agar baiat itu dilakukan oleh orang yang sudah balig. Baiat tidak sah dilakukan oleh anak-anak yang belum balig. Abu Uqail Zuhrah bin Ma‘bad telah menyampaikan hadis dari kakeknya Abdullah bin Hisyam yang pernah berjumpa dengan Nabi saw. Abdullah pernah dibawa ibunya Zainab binti Humaid, kepada Rasulullah saw. Ibunya berkata, “Ya Rasulullah saw., terimalah baiatnya!” Lalu Nabi saw. bersabda, “Ia masih kecil.” Beliau lalu mengusap kepalanya dan mendoakannya. (HR al-Bukhari).
Adapun lafal baiat tidak harus terikat dengan lafal-lafal tertentu. Akan tetapi, lafal baiat tentu harus mengandung makna sebagai baiat untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul- Nya bagi Khalifah, serta harus mengandung makna kesanggupan untuk menaati Khalifah dalam keadaan sulit atau lapang, disenangi atau tidak disenangi, bagi orang yang memberikan baiat kepadanya. Nanti akan dikeluarkan undang-undang untuk menentukan redaksi baiat sesuai dengan berbagai penjelasan sebelumnya.

Manakala pihak yang membaiat telah memberikan baiatnya kepada Khalifah, baiat itu menjadi amanah di atas pundak pihak yang membaiat, yang tidak boleh mereka cabut. Sebab, baiat ditinjau dari segi legalitas terwujudnya kekhilafahan merupakan hak yang harus dipenuhi. Jika baiat itu telah diberikan maka wajib untuk terikat dengannya. Kalau pihak yang memberikan baiat itu ingin menariknya kembali maka hal itu tidak diperbolehkan. Ada riwayat dalam Shahîh al-Bukhâri dari Jabir bin Abdullah ra. yang menyebutkan, bahwa seorang Arab badui telah membaiat Rasulullah saw. atas dasar Islam. Kemudian ia menderita sakit, lalu ia berkata, “Kembalikan baiatku kepadaku!” Akan tetapi, Beliau menolaknya. Lalu orang itu datang lagi dan berkata, “Kembalikan baiatku kepadaku!” Nabi saw. kemudian keluar, lalu Beliau bersabda:
Madinah ini seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikannya. (HR al-Bukhari).

Dari Nafi’ juga diriwayatkan bahwa ia berkata: Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia pasti menjumpai Allah pada Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah. (HR Muslim).

Membatalkan baiat kepada Khalifah sama artinya dengan melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah. Hanya saja, ketentuan itu berlaku jika baiat kepada Khalifah itu adalah baiat in‘iqâd atau merupakan baiat taat kepada Khalifah yang telah dibaiat secara sah dengan baiat in‘iqâd kepadanya. Adapun jika baiat itu baru permulaan dan baiat tersebut belum sempurna, maka pihak yang membaiat boleh melepaskan baiatnya, dengan syarat, baiat in‘iqâd dari kaum Muslim kepada Khalifah itu belum sempurna. Larangan dalam hadis itu berlaku untuk orang yang menarik kembali baiat dari Khalifah, bukan menarik kembali baiat dari seseorang yang belum sempurna jabatan kekhilafahannya.
0 komentar


YANG TERKAIT

z Suara Gresik | # - # | Mengembalikan Gresik sebagai kota santri, yang taat beribadah, rajin mengaji, dan pekerja keras, tak akan meninggalkan ajaran agama Islam

Didukung oleh :f Afandi, Blogger, Tenda Suwur, GMP, Mode suwur, OmaSae, #, - # -