lanjutan dari jika-mau-menerapkan-khilafah-islam.html
Khanif Alkahfi
ketok e sistem demokrasi di sini berbeda dengan yang lainnya deh. jangan di samain semua. kanjeng Nabi Muhammad memang mengajarkan semua hal. tapi kita juga di minta untuk berfikir, bukankah yg membedakan kita dengan makhluk lainnya adalah akal. bagi saya, kita harus melihat ayat Al-Qur'an atau Hadits dari asbabul nuzulnya. dimana dan apa konteks turunnya ayat tersebut.
Khanif Alkahfi
#GAF Nak bales lewat hp yang bukan 'ajaran nabi' rodok repot ngetike. hehe Iki sedikit jawaban dan ulasan atas pertanyaan Panjenengan mengenai sistem khilafah.
1. Bagaimana kita menjadi orang yang baik jika terhadap kuwajiban yg diperintah Allah lantas kita mengabaikannya bahkan malah tidak tertarik?
2. Apakah menurut panjenengan perkara (amar makruf nahi mungkar) ini tidak termasuk bagian dari usaha untuk menjadi orang yg baik?
3. Mengenai kisah perebutan kekuasaan yg panjengan sebutkan itu telah diprediksi oleh rasullah saw dalam sebuah hadits beliau. Bahwa masa beliau saw adalah masa kenabian, kemudian akan ada masa khalifah yg mengikuti metode kenabian (masa khulafaur rasyidin), kemudian akan ada mulkan 'adhon (penguasa yg menggigit/dholim) masa Bani Umayyah, Bani Abassiysah, dan Bani Utsmaniyah, akan ada mulkan jabriyatan (penguasa diktator) masa sekarang ini dan terakhir akan ada khalifah yg mengikuti metode kenabian lagi. Yg terakhir inilah janji nabi saw yg kita cita2kan dan kita perjuangkan agar terealisasi. Janji nabi inilah yg memberi peluang dan perintah kepada kita untuk berfastabiqul khairat dan melaksanakannya.
Untuk jawaban #1 banyak cara untuk jadi orang baik. Ngaji, sholat, tolong menolong sesama manusia, menghargai perbedaan dsb.. sy kurang pinter kalau memaknai landasan berfikir panjenengan tentang perintah Allah untuk mendirikan khilafah. Bisa dijelaskan lebih rinci ayat dan asbabul nuzulnya?
#2 seperti yang panjenengan bilang bahwa amar makruf nahi mungkar adalah cara untuk menjadi orang baik, saya setuju. Tapi, perlu ditekankan di sini, bahwa yang harus didahulukan adalah menjalankan perintah/perbuatan yang baik sebelum mencegah kemungkaran.
#3 lagi-lagi pijakan jawaban panjenengan masih perlu diverikasi lagi, biar saya yakin bahwa itu memang perkataan baginda nabi Muhammad.
Khanif Alkahfi
#GAF #Afandi #SuaraGresik : Dari pengalaman politik umat Islam, diketahui bahwa umat Islam di berbagai waktu dan tempat yang berbeda, mengalami berbagai macam bentuk/format tatanan politik kenegaraan yang berbeda-beda pula. Akan tetapi, tidak adanya ketentuan baku mengenai bentuk negara, baik di dalam nash-nash mu’tabarah maupun sejarah panjang umat Islam, tidak berarti bahwa umat Islam tidak peduli dan abai dengan bentuk negara. Melainkan, bahwa kewajiban mendirikan negara ini berarti juga kewajiban untuk mencari bentuk-bentuk atau format kenegaraan yang dipandang mampu untuk mewujudkan tujuan-tujuan syari’at (al-mashalih al-‘ammah dan ad-dlaruriyat al-khamsah) dalam wilayah, masa dan situasi tertentu, berdasarkan pemikiran-pemikiran yang kuat dan berkembang di dalamnya (ijtihad), dengan penuh tanggungjawab. Pemikiran politik seperti ini, sejalan dengan apa yang dikemukakan Syekh Ibnu ‘Uqail al-Hanbaliy (dikutip dari Muhammad bin Abu Bakr Ayyub, at-Thuruq al-Hukumiyyah fi as-Siyasah as-Syar’iyyah li Ibni al-Qayyim al-Jauziyyah, (Kairo: Mathba’ah al-Madaniy, tt). Hlm 17.:
ماكان فعلا يكون معه الناس اقرب الى الصلاح وابعد عن الفساد وان لم يضعه الرسول صلى الله عليه وسلم ولا نزل به وحي
“Politik adalah segala aktifitas yang dapat membuat manusia lebih dekat kepada kebaikan dan jauh dari kerusakan meskipun tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tidak pula berdasarkan wahyu”.
Dalam konteks Indonesia, maka sesuai dengan rumusan yang telah disepakati bersama para pendiri negeri ini termasuk di dalamnya para ulama terkemuka, maka dibentuklah negara bangsa yaitu Negara Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasarnya. Para ulama berpendapat bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Pancasila merupakan pengejawantahan dari berbagai nilai-nilai keislaman (ahlussunnah wal jamaah). KH. Masykur yang mengikuti diskusi-diskusi selama proses perumusan dasar negara memberi kesaksian bahwa Pancasila dirumuskan oleh Soekarno berdasarkan diskusi bersama-sama dengan Mohamad Yamin, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Masykur, dan KH. Kahar Muzakkir pada akhir Mei 1945. Setelah kelima sila itu dirumuskan, Bung Karno mengatakan akan menjadikannya sebagai pengganti dasar Islam, maka Kyai Wahid dan yang lainnya menyetujuinya, dengan mengatakan kalau pakai dasar Islam maka isimnya diambil, kalau pakai dasar Pancasila maka musammanya yang diambil. Kalau dasar Islam belum tentu menjalankan Islam, karena banyak negara Islam tetapi prakteknya tidak Islam. Maka kemudian yang diambil adalah musammanya, isimnya ditinggalkan. (sumber Wawancara dengan KH. Masykur direkam dalam kaset oleh Arsip Nasional Indonesia tanggal 1 Oktober 1988. Transkripsi wawancara ini dimuat dalam, Andree Feillard, “NU vis-a-vis Negara, Pencarian Isi, Bentuk dan Makna”, LKiS, Yogyakarta, th.1999, hal 32 – 35.)
Semoga kita bukan seorang yang dengan mudah melihat Ayat Allah dan Hadits Nabi Muhammad mengunakan tafsir tekstual saja, bukankah kita juga harus faham asbabul nuzul, tarikh, badi', ma'ani, balagho?
Afandi Kusuma
Wacana penegakan khilafah bukanlah hal yang dilarang di Indonesia,
dan jika mayoritas penduduk Indonesia menghendaki, maka hal itu baru bisa dilaksanakan, dan itu tidak mudah. Kita bisa melihat bagaimana memprihatinkannya kondisi negeri ini, yang semakin lama semakin parah, dan bisa jadi kembali kepada ajaran petunjuk Allah bisa membuat negeri ini menjadi lebih baik, dan tentu lebih diridhoi Allah, yakni melaksanakan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan, yakni kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.
[iklan]
YANG TERKAIT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)