Masih belum lama, ya tadi pagi, istri agak keberatan ketika saya memberikan uang kepada anak yang menurutnya tidak mau bekerja. Pemalas dan hanya mau mengurus diri sendiri. Kalau diberi tugas, dia enggan untuk menyelesaikan, seakan pekerjaan yang sangat berat. Padahal mestinya hanya sepele dan ringan. Namun cerita kali ini bukan mengenai kerja dan malas. Juga bukan soal istri dan memberi.
Saya sangat maklum akan keberatan istri, karena kondisi keuangan yang minim. Saldo di rekening, sudah tidak bisa diambil lagi, karena sudah di bawah seratus ribu, dan yang di rekening satunya sudah di bawah lima puluh ribu. Namun saya sudah terbiasa tidak mempedulikan bagaimana nanti untuk masalah uang. Selama masih ada yang tersisa di kantong, dan saat ada yang membutuhkan, langsung saja saya beri.
Demikian juga ketika istri mengingatkan, ini sudah akhir bulan loh, sebentar lagi harus bayar tagihan listrik, telpon, dan air, saya hanya mengatakan "Ya, semoga nanti pada saatnya bayar ada yang bisa digunakan untuk bayar. Pikir saya, hanya pikiran kita saja yang membuat kita merasa berat ketika tidak ada uang, dan ketika saldo di bank dalam keadaan kosong. Mestinya tidak ada yang perlu kita takutkan, dan tidak ada yang perlu kita khawatirkan. Logika mudahnya adalah, barang yang kita punya masih lebih mahal dari kebutuhan kita bulan ini. Sedangkan saat ini kita sudah sarapan, sudah dalam keadaan tidak lapar, masih memiliki puluhan setel pakaian, masih memiliki rumah untuk tinggal.
Ya, untuk apa kita kawatir, sebentar lagi tagihan datang, mau bayar pakai apa. Dengan sederhana saja kita katakan, "Semoga Tuhan memberi jalan."
Saya lanjutkan cerita tadi pagi.
Seperti biasa kami suka menu sarapan sederhana, yang sehat dan rendah kolesterol. Dengan menu yang sederhana, cara masaknya juga sederhana, biayanya pun juga sederhana. Menu sederhana ini sering kita konsumsi bukan karena memang keadaan keuangan yang sederhana. Bahkan saat kami banyak uang pun kami lebih suka menu yang sederhana. Mengenai hal itu, yang saya bilang ke istri saya adalah "Agar kita bisa lebih banyak membagikan apa yang kita punya, kita mesti memperkecil konsumsi". Ya tentu saja, tetap kita harus berusaha memperbanyak membangun aset produktif dan menghasilkan sebanyak mungkin karya berguna, agar pendapatan kita juga lebih banyak.
Beginilah sarapan pagi ini. Nasi putih hangat, tempe kukus, tahu kukus, terong kukus, sambal tomat, dan potongan mentimun. Ya, sederhana tapi lengkap. Semua bahan yang perlu dimasak, yakni tempe, tahu, dan terong dimasukkan menjadi satu saat memasak nasi. Langsung matang bersamaan dan tinggal dipotong lalu disajikan. Sambelnya pun sederhana, lombok didapat dari memetik sendiri di kebun.
Menu lain yang biasa kami sediakan untuk kami sendiri adalah jagung rebus untuk sarapan, atau kentang rebus. Makanan sehat, penggoda selera yang sederhana dalam penyajiannya. Tanpa bahan pengawet dan zat berbahaya lainnya. Bisa kita sediakan sendiri, hanya berbekal alat penanak nasi yang bisa untuk menanak yang lain-lain ini.
Di lain waktu kami juga wisata kuliner di wilayah Gresik. menu favorit yang banyak disediakan, adalah tempe penyet, atau lele penyet.
Kembali pada kisah di pagi ini.
Seperti minggu-minggu sebelumnya, saya mengantar istri untuk ngaji ke rumah ustadzahnya. Selasa pagi ini jalanan lancar, sehingga hanya dalam beberapa menit saja kami sampai di desa Karang Kering. Saya menuju masjid Al Ikhlas, hendak mencari tempat untuk duduk sambil membaca Al Quran dengan terjemahan per kata yang sudah saya siapkan dari rumah.
Melihat halaman masjid begitu banyak debu, saya langsung masuk, mencari-cari alat yang bisa digunakan untuk membersihkan. Di sudut ada beberapa sapu dan kemucing. Langsung saya ambil sebuah sapu dan mulai menyapu. Dari ujung saya menyusuri lantai yang cukup luas. Sambil mengayunkan sapu, saya membaca Al AlQuran, bagian surat yang saya hapal. Dari pada hanya bengong menunggu, olah raga nyapu, asyik juga. Belum separuh saya menyapu, Al Waqiah yang saya baca juga belum selesai, ada yang menelpon. "Sudah saya transfer ya..." Ternyata salah satu pelanggan yang sudah lama tidak order. Dalam hati saya langsung begitu bersyukur. Dimana saldo rekening sudah tidak mungkin bisa diambil lagi melalui atm, dan istri sudah mulai gelisah dengan kondisi keuangan. Ada yang transfer. Alhamdulillah.
Saat istriku selesai mengaji, saya masih membersihkan lantai masjid dengan potongan plat kecil. Sisa-sisa cat, kotoran yang melekat, yang tidak bisa bersih hanya dengan disapu. Dan saat istriku menghampiri dan bertanya "ngapain?", spontan aku menjawab "Kerja".
Ya, kerja itu adalah membereskan yang belum beres, menyelesaikan yang belum selesai. Mestinya kita harus heran jika ada orang yang berkata kalau mencari kerja itu sulit. Padahal mestinya kita tahu, pekerjaan yang bisa kita lakukan ada banyak sekali, betebaran di sekeliling kita. Kita tahu pasti banyak orang yang kesulitan, kita bisa membantu meringankan kesulitan itu, dan itu adalah pekerjaan. Banyak orang yang ingin mendapat apa yang diinginkan, dan membantu orang untuk mempercepat atau mempermudah dalam mendapatkan keinginannya itu adalah pekerjaan.
Dan kita harus yakin, dan selalu ingat, pekerjaan kita tidak ada hubungannya dengan rejeki yang diberikan oleh Tuhan.
Pekerjaan saya hari ini hanya sederhana saja, tapi rejeki yang masuk, telah membuat saldo rekening yang tinggal beberapa puluh ribu menjadi berjuta-juta. Namun tetap saya harus ingat, nanti bisa kembali menjadi beberapa ribu lagi. Tetap bekerja, berkarya, dan membangun aset produktif. Tetap menjaga iman, bertakwa, membersihkan hati dari dengki dan tidak ikhlas, terlebih lagi dari sikap riya.
Pekerjaan saya hari ini hanya sederhana saja, tapi rejeki yang masuk, telah membuat saldo rekening yang tinggal beberapa puluh ribu menjadi berjuta-juta. Namun tetap saya harus ingat, nanti bisa kembali menjadi beberapa ribu lagi. Tetap bekerja, berkarya, dan membangun aset produktif. Tetap menjaga iman, bertakwa, membersihkan hati dari dengki dan tidak ikhlas, terlebih lagi dari sikap riya.
Alhamdulillah.
Semoga cerita ini tetap membuat saya terus belajar untuk menjauhkan diri dari riya, namun bisa menjadi inspirasi bagi semua pembaca.
Lakukan apa yang kita bisa, untuk menjadikan setiap waktu kita menjadi berguna, dan biarkan Tuhan yang mengurus kebutuhan hidup kita.
Lakukan apa yang kita bisa, untuk menjadikan setiap waktu kita menjadi berguna, dan biarkan Tuhan yang mengurus kebutuhan hidup kita.