KERAKYATAN
KEMARTABATAN
KEMANDIRIAN, dan
KESALEHAN
Keempat konteks diatas adalah hasil simplikasi kompleksitas dan kebutuhan di kabupaten Gresik.
Di tengah pergumulan pemikiran, fakta sosio-politik, dan sensitivitas sosio-budaya, pembangunan serta tata-pemerintahan sekarang ini, 4 tema besar di atas menjadi relevan. Dan mungkin memperoleh justifikasi teoritis dan empiris. Pola relasi antara masyarakat dengan pemerintah semakin senjang, pola relasi antar dan inter masyarakat semakin lebar, kemanusiaan tercerabut dari basis kebudayaannya sendiri, pembangunan yang elitis dan non-partisipatif dan segala bentuk derivasinya menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Karakter kepemimpinan yang populis berpihak pada rakyat kian minimal, bahkan pemimpin yang ada justru menempatkan penguasaan sumber daya ekonomi daerah kepada investor dan orang-orang terdekatnya. Diskursus harus mulai dibangun kembali, agar masyarakat tidak kehilangan daya kritis dan kepedulian...
Gresik yang berbasis kerakyatan merupakan konsepsi ekonomi dan konsepsi politik yang harus mulai dinyatakan. Ini adalah konsepsi kritis terhadap ekonomi daerah yang mengarah kepada kapitalisme elit-daerah dan kapitalisme birokrasi serta kapitalisme politik. Hal ini akan membahayakan eksistensi Gresik di masa yang akan datang. Rakyat hanya dijadikan jargon pembangunan yang bersifat kertas dan aritmatika-statistik pelengkap dalam data pembangunan.
Pembangunan dengan bangunan tidak sama, program pembangunan itu melibatkan partisipasi masyarakat sebagai subyek bukan obyek, tetapi bangunan hanya dilakukan oleh para mandor dan kuli batu pesanan. Mana program pembangunan dan mana program bangunan harus bisa dibedakan. Partisipasi dan dampak pembangunan harus berbasis kebutuhan publik dan hajat hidup orang banyak, bukan kepentingan orang perorang dan kelompok-kelompok tertentu. Basis penguatan ekonomi harus ditopang dari bawah, rakyat harus diberi ruang kesempatan partisipatif yang dapat menghidupi diri sendiri dan membangun diri sendiri.
Salah satunya adalah keberpihakan pada UKM perorangan dan UKM kelembagaan serta support-fiskal yang mendorong terciptanya lapangan kerja yang kongkrit. Ini akan memberi nilai tambah ekonomi sekaligus nilai tambah sosial. Pengembangan ekonomi berbasis komunitas lokal terutama didaerah pedesaan harus diperkuat kembali. Bisa dikembangkan secara joint-porgram dengan stakeholder ekonomi yang memiliki kepedulian pembangunan dan ekonomi kerakyatan. Kepemimpinan daerah yang memiliki visi-misi yang kuat dan tegas serta dekat dengan rakyat menjadi motor dinamika terbukanya ruang kerakyatan daerah.
Dalam melaksanakan program kerakyatan, ada 2 hambatan di kabupaten Gresik :
1. Hambatan kultural
2. Hambatan struktural.
Simpul kedua hambatan ini harus dipadukan bersama-sama dan terpadu. Hambatan kultural yang terkait dengan pola pikir dan pola tindak akibat tradisi yang mengungkung perubahan perlu didekati dengan pendekatan kultural-progresif bersama dengan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pemuda, ibu-ibu dan lain-lain. Pemerintah daerah hanya sebagai dinamisator dan fasilitator saja, karena yang bisa merubah mentalitas kultural tersebut adalah masyarakat sendiri dengan memahami kondisi historis yang selama ini ada. Hambatan struktural adanya disparitas sosial dan ekonomi, karena kebijakan legislasi tidak berpihak nyata pd pro-kerakyatan sehingga masyarakat tidak disediakan akses untuk memperkuat daya saing ekonominya sendiri. Maka perlu adanya perombakan struktur yang relevan dan efektif yang signifikan. Dari beberapa hal yang bisa saya catat, ada beberapa permasalahan internal dan eksternal.
1. Masalah Internal :
a. Masih belum adanya aturan yang jelas dan kongkrit keberadaan usaha-usaha rakyat khususnya yang tradisional. Selama ini terkesan pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh perusahaan-perusahaan formal-besar. Ini keliru, harus diluruskan... (Tentang kalkulasi matematisnya bisa kita hitung diatas kertas).
b. Tiada data yang jelas dan pasti mengenai jumlah dan penyebaran UKM rakyat. Ini akan menghambat pemberdayaannya. Data ada di satuan dinas, tetapi hanya data mentah yang terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Besarnya kewenangan satuan dinas dalam hal ini harus dialihkan sebagian kepada camat atau lurah/desa setempat dengan pengawasan yang ketat dan intensif, pengawasan dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan kriteria pengawasan yang kita sediakan sebagai format indikator dasar penilaian proses dan keberhasilan.
c. Pendanaan alokasi pemberdayaan masih sangat timpang antar wilayah, sektor dan desa-kota. Selama ini faktor kedekatan kuasa politik menjadi ukuran "latent" terhadap akses pembangunan. Hambatan birokrasi harus diselesaikan. Kita jangan terlalu mengandalkan kemampuan fiskal daerah Gresik, harus ada terobosan-terobosan kerjasama beberapa instansi keuangan dan lembaga yang bisa mendorong akses pendanaan secara jangka panjang.
d. Pengembangan diversifikasi produk UKM rakyat Gresik dan hak paten serta hak intelektual yang murah dan terjangkau. Inovasi-inovasi orisinil harus didukung, pelatihan, pendidikan & penyuluhan terus digalakkan sesuai dengan karakteristik produk UKM rakyat.
e. Akses terhadap pasar dan lokasi harus dibantu secara integral.
f. Segala pungutan yang tidak proporsional dan biaya siluman harus dihapus, mentalitas aparat harus dibaikkan, ketidaksiapan aparat diminimalkan, prosedur harus dirampingkan. Bukan rakyat yang antri dan jalan, tapi sistem yang akan jalan...
g. Dll....
Semua ini hrs dijabarkan secara konkrit dalam garis besar dan peta jalan pemberdayaan ekonomi yang dibuat oleh masyarakat desa sendiri bersama aparatnya.
Gresik menuju kemartabatan.
Kebijakan yang bermartabat.
Kong Fu Tse (abad 5 SM) mengatakan "untuk membangun pemerintahan negara yang bersih dan masyarakat yang bermoral teosentris". Dan satu hal lagi yang perlu kita perhatikan adalah " reformasi tanpa transformasi" tidak akan bisa berhasil...
Empat bidang yang dijadikan totik gerakan reformasi dan transformasi daerah adalah :
EKONOMI,
SOSIAL,
BIROKRASI dan
TEKNOLOGI...
Industri terkait dengan kesempatan kerja sekarang ini mengabaikan karakter kesempatan kerja. kita lihat, ragam industri diijinkan untuk meraih capaian pertumbuhan ekonomi daerah tanpa melihat kebutuhan antar sektoral dan kawasan serta sosio-demografinya. Pola pikir "smalin banyak pabrik semakin banyak peluang kerja", yang akhirnya masyarakat terjebak dalam "ill-paying job", apapun dikerjakan asalkan memperoleh pendapatan, identifikasi pekerjaan digeneralisasi. Pola pikir yang baru adalah industri harus didatangkan utk mengembangkan pekerjaan yang sesuai dgn kondisi & potensi penduduk kawasan setempat serta ikut mengembangkan potensi usaha kerakyatan yang dimiliki masyarakat. Ini memang ruimit karena kita sudah kadung berfikir "industri.. Industri.. dan industri".. Tapi kalau ada kemauan dan kebijakan yang mewadahi konsep ini, akan bisa dilaksanakan... Semua soal pendekatan dan kemauan serta niat baik para pemimpinnya.. Jika suatu kawasan mengalami perkembangan, maka perkembangan itu harus membawa pengaruh ke sektor lain termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. 6 tahapan proses teknis akan dijelaskan kemudian.. Hehehe
Salah satu hal yang perlu dikritisi adalah keberadaan pelabuhan yang harus diawasi fungsioanlisasi dan operasinya.. Bisa diarahkan pada "konsep interlocking dan konektivitas" dengan pengembnngan ekonomi kabupaten Gresik....
Jika sektor pertanian tambak mengalami alih fungsi maka Gresik akan mengalami ketidakseimbangan ekologis
Komoditas udang dan bandeng adalah komoditas perikanan yang pasarnya besar
Mental Pekerja secara sosio-psikologis di Gresik akan mengental menjadi kultur yang pragmatis-mekanis (Prediksi 20 tahun lagi)
Monggo barangkali ada pemikiran, ide, gagasan baru, kritik dan saran...
Oleh: Ahmad Zaini Alawi
Tulisan dari Ahmad Zaini Alawi selengkapnya bisa dilihat di sini : Ahmad%20Zaini%20Alawi
.